Kamis, 25 Juni 2015

Reog Ponorogo (Dokumenter)

Selasa, 23 Juni 2015

Peran Menulis Dalam Berbagai Aspek Kehidupan


Menulis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti membuat huruf atau angka dengan pensil dan alat tulis lainnya. Menulis adalah kegiatan menuangkan gagasan atau pikiran dalam bentuk tulisan. Jadi, secara keseluruhan, menulis adalah suatu media atau aktivitas untuk menyalurkan apa yang kita rasakan dalam bentuk rangkaian huruf atau angka yang membentuk sebuah kata, kalimat, paragraf, atau teks yang dapat dibaca secara utuh.
Minat menulis masyarakat di Indonesia dapat dikatakan masih kurang, sebagaimana minat membaca yang membuat indonesia berada di posisi sangat rendah di kawasan Asia. Padahal menulis sangat berperan penting dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan, politik, sosial, dan budaya. Kita tahu bahwa di bidang pendidikan, politik, sosial, dan budaya menulis mempunyai porsi yang sama besarnya dengan membaca. Tanpa menulis, seluruh bidang tersebut tidak akan bisa berjalan dan mengalami kemacetan. Apabila seseorang banyak membaca, maka automatis orang tersebut juga akan memiliki potensi untuk menulis. Dorongan untuk menulis biasanya didapat ketika seseorang terinspirasi oleh buku-buku yang telah ia baca. Contohnya bisa kita ambil pada penulis novel, sebelum penulis tersebut bisa menciptakan sebuah karya fiksi, penulis tersebut pasti mengalami fase di mana ia menjadi pembaca karya fiksi penulis lainnya. Pengetahuan dan pengalaman yang ia dapat dari karya fiksi orang lain itu memberikan inspirasi dan membangkitkan antusiasme penulis itu untuk menciptakan karya fiksi dengan pikiran dan gagasannya sendiri.
Peran menulis sangat dibutuhkan, terutama di kalangan pelajar yang bergelut dalam bidang pendidikan. Lantas bagaimana menanamkan minat menulis bagi kaum pelajar? Hal tersebut sebenarnya bergantung pada budaya masyarakat Indonesia. kebanyakan orang tua tidak memberikan fasilitas baca dan tulis untuk anaknya, malah mengikutkan anaknya pada bimbingan belajar ilmu eksak atau musik. Padahal semestinya pengetahuan tentang dunia tulis-menulis lebih baik diterapkan pada anak sejak usia dini dengan langkah awal mengajak mereka untuk gemar membaca. Selain itu, menteri pendidikan dan kebudayaan seharusnya melakukan sosialisasi mengenai pentingnya keterampilan menulis dan mengadakan kegiatan-kegiatan lomba menulis untuk para pelajar SD, SMP, SMA, dan Universitas, baik tingkat provinsi maupun nasional.

Sebenarnya sudah ada ajang kompetisi menulis yang bergengsi di mana peserta yang lolos akan  melaju ke PIMNAS, yaitu PKM (Program Kreativitas Mahasiswa). Namun kompetisis ini hanya diperuntukkan bagi kalangan mahasiswa saja, sedangkan untuk pelajar tingkat SD, SMP, dan SMA masih kurang nampak. Oleh karena itu, pemerintah hendaknya lebih peduli dan tanggap atas pentingnya peranan menulis, tidak hanya bagi kaum pelajar saja, tapi juga semua orang yang hidup di zaman yang menuntut segalanya menjadi serba dinamis sekarang ini.

Mahasisiwa Boleh Sombong, Tapi Jangan Songong


            Berpredikat mahasiswa merupakan impian sebagian kawula muda. “Mahasisiwa itu keren”,  mungkin itu yang membenak dihati sebagian besar anak muda. Eits... tapi tunggu dulu. Apa masih dikatakan sebagai mahasiswa yang keren, kalau kebanyakan dari mereka yang menyandang status mahasiswa masih sombong dengan ilmu yang belum seratus persen menjiwai kehidupan mereka. Kebanyakan mahasiswa zaman sekarang masih belum bisa mengaktualisasikan ilmu yang ditekuninya dalam kehidupan keseharian. Tidak jarang dari mereka hanya sekadar tahu, sekadar mengerti dan bahkan belum bisa mengambil esensi dari ilmu yang digelutinya.

            Sombong di sini bukan sembarang sombong. Mahasiswa yang mendapat julukan sebagai kaum intelek haruslah memiliki ideologi dan mampu mencapai titik aktualisasi diri baik di kalangan civitas akademik. Contoh konkretnya adalah Widodo Basuki, mahasiswa Sosiologi Unesa yang mendapat predikat mahasiswa berprestasi ini mampu mengaktualisasikan dirinya dengan baik.  Selain menjadi mahasiswa beprestasi di kampus, ia juga sukses jadi wirausahawan muda dibidang peternakan. Nah..., ini patut dijadikan salah satu contoh untuk kita –mahasiswa—agar tidak hanya sekadar menyandang status mahasiswa saja namun harus bisa mengambil esensi dari ilmu yang dipelajari untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Perda Aceh mengenai Jam Malam Perempuan


Aceh mengeluarkan peraturan daerah yang menjadi bahan pembicaraan public dan menyebabkan munculnya pro dan kontra. Peraturan yang baru-baru ini dibuat oleh Aceh ialah pembatasan Jam malam untuk perempuan. Perda mengeluarkan peraturan ini dengan dalih untuk melindungi kaum hawa karena Aceh menganggap perempuan memiliki peran dalam tindak kejahatan seperti pemerkosaan dan juga pelecehan seksual.
            Apabila melihat konteks pro, peraturan daerah semacam ini memang harus digunakan dan ini juga dibenarkan oleh agama melalui hadist yang diriwayatkan At-Turmudzi, “Wanita itu aurat, maka jika dia keluar rumah maka setanlah yang akan membimbingnya”. Terang sudah bahwa sejatinya perempuan kodratnya menjaga aurat dan juga dilindungi.

            Namun, Perda mengenai jam malam untuk perempuan ini dinilai terlalu diskriminatif karena hanya memandang perempuan yang memiliki peranan terhadap tindakan kejahatan, padahal sebenarnya peranan itu tidak hanya dimiliki oleh perempuan, malah sebaliknya lelakilah yang memiliki peranan lebih besar. Pertanyaan besarnya adalah “Apa dengan mengurung perempuan akan menghentikan kejahatan?”

Keamanan Jaringan Internet